Kehidupanmanusiaterdiridarifase-fase yang mestidi lewati bertahap. Semakin bertambahnya usia, kita dihadapkan dengan permasalahan hidup yang semakin kompleks. Ditambah lagi dengan perkembangan zaman yang amat pesat saat ini, kita dituntut untuk menjadi manusia yang tangguh. Abad ke-21 ini menuntut kita untuk bertahan dari berbagai tantangan sekaligus terus berkompetisi menunjukkan eksistensi diri agar tidak tertinggal. Untuk itu, kita memerlukan sebuah ‘senjata’ yang dapat kita gunakan untuk menjadi manusia yang tak tersingkir kan oleh zaman.
21st century skills. Pernahkan anda mendengar atau membaca mengenai istilah tersebut? 21st century skills ialah kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh individu di abad ke-21 untuk menjadi individu yang patut diperhitungkan. Sederhananya, jika seseorang memiliki kemampuan yang termasuk dalam21st century skills, maka ia adalah manusia yang berkualitas menurut standar abad ke-21. Salah satu kemampuan yang termasuk kedalam21st century skills yaitu kemampuan critical thinking (berpikirkritis). Jika selama ini kita memahami istilah berpikir kritis hanya sebagai kemampuan untuk beradu argumen atau mengajukan berbagai pertanyaan, maka pemahaman tersebut sesungguhnya masih terlalu sempit. Berpikir kritis tidak hanya dapat digunakan untuk aktivitas verbal. Berpikir kritis adalah cara berpikir yang perlu ditanamkan agar setiap langkah yang kita ambil – besar maupun kecil – dalam hidup berjalan efektif dan sesuai harapan, utamanya dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Itulah yang coba ditawarkan oleh Michael Kallet dalam bukunyaThink Smarter: Critical Thinking to Improve Problem-Solving and Decision-Making Skills.
Di dalam buku terbitan tahun 2014 dengan ketebalan 217 halaman ini, Kallet mendeskripsikan berpikir kritis sebagai sebuah kemampuan untuk mengoptimalkan kemampuan otak secara sadar demi mendapatkan hasil berpikir yang lebih bernilai. Otak manusia itu unik. Meski pemiliknya tidak menyadari dan tidak menginginkan, otak akan terus beroperasi memproses setiap informasi yang tertangkap oleh panca indera. Jadi, apapun aktvitas yang sedang kita lakukan, baik itu makan, melamun, atau bahkan tidur, sesungguhnya otak kita sedang berpikir tanpa henti dalam mode otomatis. Namun mode otomatis ini memiliki keterbatasan. Ketika sedang dalam mode ini, otak hanya bekerja alakadarnya bahkan kadang sesukanya. Alakadarnya maksudnya otak tidak bekerja secara maksimal, melainkan hanya seperlunya untuk membantu kita menjalankan aktivitas sehari-hari yang sudah menjadi rutinitas. Sedangkan maksud dari otak bekerja sesukanya ialah, tanpa disadari oleh pemiliknya, kadang otak membuang informasi yang dianggapnya tidak diperlukan demi membuat proses berpikir lebih mudah dan cepat, meski informasi itu sebenarnya penting. Di sinilahcritical thinking, yang Kallet sebut sebagai berpikir secara ‘manual’ (kebalikan dari otomatis), memainkan peranan penting.
Secara umum, terdapat tiga tahapan yang menjadi komponen utama dalam proses berpikir kritis, yakni clarity (kejelasan), conclusion (kesimpulan),dandecision (keputusan). Ketika dihadapkan dengan sebuahpersoalan, besar maupun kecil, kita harus memiliki gambaran yang jelas mengenai pesoalan tersebut. Dalam tahapan awal dari berpikir kritisini, pertama-tama kita harus mengosongkan pikiran dari berbagai gangguan atau ‘sampah’ yang dapat mengganggu kita dalam memahami persoalan. Pikiran kita harus benar-benar bersih pada tahap ini. Kemudian kita perlu mengajukan pertanyaan (kepada diri sendiri atau mendiskusikannya dengan anggota tim jika diperlukan) yang dapat membantu kita memperoleh kejelasan mengenai masalah yang sedang dihadapi, seperti dari mana asalnya, kenapa bisa terjadi, apa pentingnya mengatasi persoalan ini, apa kaitannya dengan masalah lain, dsb.
Kemudian setelah mendapat gambaran yang cukup jelas, kita dapat berlanjut ketahapan kedua yaitu mengambil kesimpulan. Kesimpulan yang kita dapatkan diambil dari tiga sumber yaitu fakta, observasi, dan pengalaman. Gabungan dari ketiga hal ini menghasilkan asumsi yang kemudian akan disaring oleh sebuah filter di pikiran kita yang disebut denganbelief (nilai-nilai agama, norma, adat istiadat, atau aturan lain yang kita pegang dalam mengambil tindakan). Berpikir kritis bukan berarti mengabaikan perasaan dan nilai-nilai, melainkan mengatur porsinya agar kita tetap dapat menghasilkan kesimpulan terbaik.
Tahapan terakhir yaitu mengambil keputusan. Meski kita telah mendapatkan kesimpulan berupa solusi dari permasalahan yang sedang kita hadapi, bukan berarti solusi tersebut dapat langsung kita aplikasikan. Mengambil keputusan merupakan sebuah tahapan tersendiri yang ada tata caranya. Setiap keputusan yang kita ambil pasti memiliki risiko. Kita harus bisa menakar risiko tersebut agar dapat meminimalisir sisi negatifnya sehingga lebih banyak dampak positifnya yang kita dapatkan. Menakar risiko juga berguna agar kita tidak menyesal di kemudian hari karena mengambil keputusan yang salah. Jika di awal kita telah mengetahui bahwa keputusan yang akan kita ambil berdampak buruk, maka kita dapat membatalkannya. Kemudian kita harus tahu siapa yang berhak untuk membuat keputusan, karena meski kita yang berhasil menemukan solusi terbaik, bukan berarti selalu kita juga yang berhak memutuskan.Jika bukan diri kita sendiri yang punya kuasa, melainkan teman atau atasan kita, kita harus bisa membuat orang itu mau menjalankan solusi yang sudah kita dapatkan, dengan cara influencing (mempengaruhi) atau persuading (mendesak).
Buku karya Kallet ini memiliki beberapa kelebihan yang menjadikannya sangat layak untuk dibaca dan dipelajari. Pertama, bahasa yang digunakan dalam buku ini sangat mudah dipahami. Meski membahas berpikir kritis yang sejatinya merupakan topik yang cukup berat, penjelasannya dikemas dengan kata-kata yang mudah dipahami oleh orang awam. Hanya ada sedikit sekali istilah-istilah akademik yang digunakan. Kedua, dalam setiap bagiannya terdapat ilustrasi yang dekat dengan kehidupan kita, sehingga kita dapat langsung memahami kaitan antara pembahasan yang sedang kita baca dengan realitas kehidupan kita. Untuk setiap teknik berpikir kritis yang diajarkan, Kallet juga memberitahukan secara eksplisitka pandan dimana kita bisa menggunakan teknik-teknik tersebut. Ketiga, di setiap akhir bab terdapat bagiantakeaway yang berisi rangkuman dari bab yang baru saja kita baca. Rangkuman ini membantu kita menyimpulkan inti materi sekaligus memantapkan pemahaman kita.
Untukmenutup, saya yakin kita telah sadari bersama bahwa dunia saat ini berkembang dengan sangat cepat. Jika kita tidak ikut berkembang pula, maka kita harus siap tersingkirkan dari dunia yang semakinkerasini. Critical thinking adalah salah satu modal yang sangat berharga untuk bisa bertahan dan berkembang. Michael Kallet telah berhasil menyajikannya dengan baik untuk kita pelajari bersama. Sekarang tinggal kita yang memutuskan untuk mau mempelajarinya atau tidak. BukuThink Smart erini sangat sayang untuk dilewatkan, terutama oleh kita yang dalam kesehariannya menjadi bagian dari sebuah organisasi atau bekerja untuk sebuah sistem, baik itu komunitas, perkumpulan mahasiswa, institusi, ormas, hingga perusahaan, yang sering dihadapkan dengan persoalan yang menuntut penyelesaian secara cepat dan efektif. Oleh karena itu, let’s be critical thinker.
Penulis adalah mahasiswa IAIN SyekhNurjati Cirebon, anggota Generasi Baru Indonesia (GenBI) Cirebon dan English Department Students Association (EDSA)